Kasihan" Lebih Penting dari PAD? Dishub Sampang Akui Biarkan Pungli Parkir Liar

Metro Nusantara News - Sampang, metronusantaranews.com – Dalih “kasihan” dijadikan tameng oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Sampang untuk membiarkan kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor parkir liar.
Pengakuan jujur namun mencengangkan ini muncul dalam audiensi publik bersama LSM Lasbandra, Senin (21/7), yang justru membuka tabir pembiaran sistematis terhadap praktik pungutan liar (pungli).
Ironis, saat daerah berjibaku mengejar target PAD untuk membiayai pembangunan dan pelayanan publik, Dishub Sampang justru mengaku membiarkan kebocoran terjadi secara sadar.
Petugas Dishub, Khotibul Umam, menyatakan pihaknya memilih tidak menarik retribusi dari sejumlah titik parkir liar karena alasan empati.
“Benar, banyak parkir liar tanpa retribusi kami biarkan karena kasihan,” ucapnya, tanpa raut bersalah.
Bukan hanya mengakui, Khotib bahkan menjelaskan pendekatan persuasif sudah dilakukan, namun para juru parkir disebut keras kepala dan enggan menyetor ke kas daerah.
“Kami ajak bicara dari hati ke hati, tapi banyak yang bandel,” imbuhnya ringan, seolah uang rakyat bisa dimaafkan hilang begitu saja.
Bukan Lalai, Tapi Pembiaran
Keterangan ini bukan sekedar pengakuan, ini alarm serius atas lemahnya keberanian pemerintah menegakkan aturan dan memberantas praktik liar yang merugikan daerah.
Ketua Umum Jawa Corruption Watch (JCW), Rizal Diansyah Soesanto, menilai pembiaran ini sebagai bentuk pelanggaran hukum yang terang-terangan.
“Pasal demi pasal dalam UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor bisa menjerat pejabat yang lalai mengawasi PAD, ini bukan lalai biasa, ini pembiaran yang bisa dikualifikasikan sebagai persekongkolan diam-diam,” kata Rizal.
Ia mengingatkan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 menegaskan semua potensi PAD wajib diamankan dan disetor ke kas daerah. “Alasan kasihan adalah pengkhianatan terhadap akuntabilitas publik,” tegasnya.
Kepala Dishub Sampang, Raden Chalilurachman, mencoba meredam kegaduhan dengan menyebut bahwa dirinya baru menjabat delapan bulan dan sedang melakukan pembenahan.
“Kami sudah MoU dengan belasan juru parkir, tapi ini butuh waktu, karena persoalan sudah menahun,” ujarnya.
Namun publik tak butuh alasan, yang dibutuhkan adalah langkah nyata, tegas, dan terukur, selama PAD bocor, artinya ada darah rakyat yang dibiarkan menetes sia-sia demi alasan kompromi sosial yang lemah dan birokrasi yang gamang.
Situasi ini seharusnya jadi momen refleksi, jika Dishub tak sanggup menertibkan praktik liar, sudah selayaknya menyerahkan pada lembaga lain yang punya nyali menegakkan regulasi, jangan sampai institusi pemerintah justru menjadi pelindung diam-diam praktik liar yang menghancurkan keuangan daerah secara perlahan.
Ini bukan semata kritik, ini seruan perubahan, jika PAD bocor karena kasihan, maka akuntabilitas publik bisa runtuh karena pembiaran, dan jika pejabat hanya bisa bicara “bandel” tanpa bertindak, maka mereka sesungguhnya telah gagal menjaga mandat rakyat.